I. ARSITEKTUR GRID COMPUTING PADA ORACLE 10g
1. PENDAHULUAN
Perubahan adalah komponen yang selalu ada dalam bisnis.
Karena perubahan adalah sebuah keniscayaan, maka kecepatan bertumbuh dan
ketidakpastian yang notabene meningkatkan penggunaan teknologi telah mendorong
perusahaan sampai pada keterbatasan kemampuan manajemen. Pelaku bisnis harus
mengembangkan strategi yang adaptif untuk tetap menciptakan nilai, tak peduli
keadaan ekonomi instabil yang dihadapi. Perusahaan dituntut untuk selalu
adaptif, tapi seringkali sistem informasinya terlalu lamban merespon perubahan.
Di satu sisi ingin mendapatkan sistem informasi yang handal, tapi di sisi lain
perusahaan juga berusaha memperbesar
efisiensi sistem informasi dan mengurangi biaya komputasi.
Studi pasar yang dilakukan IDC mengindikasikan bahwa
perusahaan selalu mencari strategi baru
untuk memenuhi kebutuhan terhadap sistem informasi, yang mencakup:
A. Kompleksitas infratruktur TI yang
selalu bertumbuh.
B. Kebutuhan untuk mengurangi biaya
hardware, software dan pegawai terkait dengan infrastruktur TI.
C. Meningkatnya kebutuhan akan sistem
yang handal sehingga mampu mengakomodasi kebutuhan perusahaan untuk bisa
merespon perubahan keadaan secara cepat.
D. Bertambahnya kebutuhan untuk
melindungi infrstruktur TI yang dimiliki dari penyusupan dan penyalahgunaan
pihak luar.
E. Perusahaan berkeinginan untuk
menggunakan teknologi terbaru, tanpa harus kehilangan investasi pada teknologi lama yang terlebih
dulu dimiliki.
Grid computing adalah arsitektur TI baru yang menghasilkan
sistem informasi perusahaan yang
berbiaya rendah dan lebih adaptif terhadap dinamika bisnis. Dengan grid
computing, sejumlah komponen hardware dan software yang modular dan independen
akan dapat dikoneksikan dan disatukan
untuk memenuhi tuntutan kebutuhan bisnis. Lebih
jauh, dari sisi ekonomi,
implementasi grid computing berarti membangun pusat komputasi data yang tangguh dengan struktur biaya variatif
yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan.
Grid computing adalah solusi dari masalah-masalah umum yang
dihadapi perusahaan IT: permasalahan
pada aplikasi yang menyebabkan hardware tidak berfungsi maksimal; kasus monolitik, yaitu sistem sulit digunakan
karena mahalnya ongkos pengelolaan dan
sulitnya dilakukan perubahan terhadap sistem; juga masalah informasi
yang terpisah-pisah dan tidak bisa
dimanfaatkan secara maksimal. Dalam mengadopsi grid computing, perusahaan tidak
perlu mengambil langkah secara revolusioner, karena aplikasi yang sebelumnya
telah dijalankan akan tetap bekerja seperti sebelumnya. Dan dimungkinkan pula
untuk mengadopsi teknologi grid computing pada aplikasi yang telah dijalankan,
bahkan tanpa memerlukan banyak penulisan ulang konfigurasi sistem.
Popularitas grid computing tumbuh sangat cepat. Hasil riset
Forrester Research melaporkan bahwa 37%
perusahaan telah mulai mempelajari, menjajagi bahkan mengimplementasikan sebagian bentuk grid
computing [1]. IDC juga telah menyebut bahwa grid computing merupakan generasi
kelima dalam komputasi, setelah client-server dan multi-tier (Tabel 1). Grid computing menjadi semacam pelopor
bagi aplikasi berbasis komponen atau fungsi tersebar.
Infratsruktur Oracle 10g yang berbasis grid computing mampu
merespon kebutuhan aplikasi secara handal dan aman. Lebih jauh meskipun dengan
anggaran terbatas, pelaku bisnis bisa memperkecil anggaran TI, memperbaiki
produktivitas staf dan mengurangi downtime yang menghabiskan banyak biaya.
Dengan teknologi ini, perusahaan bisa menghemat biaya dan memperbaiki kinerja
bisnis untuk mendapatkan ROI secara optimal.
2. KONSEP GRID COMPUTING
Secara singkat, grid computing berarti menyatukan seluruh
sumberdaya TI ke dalam sekumpulan layanan yang bisa digunakan secara
bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan komputing perusahaan. Infrastruktur grid
computing secara kontinyu menganalisa permintaan terhadap sumberdaya dan mengatur suplai untuk
disesuaikan terhadap permintaan tersebut.
Dimana data disimpan atau computer mana yang memproses permintaan tidak
perlu dipikirkan. Sebagaimana arus listrik; untuk memanfaatkannya, tempat
pembangkit atau bagaimana pengabelan jaringan listrik tidak perlu diketahui.
Dalam menyelesaikan masalah sistem monolitik dan sumberdaya
yang terfragmentasi, grid computing bertujuan menciptakan keseimbangan antara
pengaturan suplai sumberdaya dan kontrol
yang fleksibel. Sumberdaya TI yang dikelola dalam grid mencakup:
a. Sumberdaya
Infrastruktur
Mencakup hardware seperti penyimpan, prosesor, memori, dan
jaringan; juga software yang didisain
untuk mengelola hardware ini, seperti database, manajemen penyimpan, manajemen sistem, server aplikasi
dan sistem operasi.
b. Sumberdaya Aplikasi
Adalah perwujudan logika bisnis dan arus proses dalam
software aplikasi. Sumberdaya yang
dimaksud bisa berupa aplikasi paket atau aplikasi buatan, ditulis dalam bahasa pemrograman, dan merefleksikan tingkat
kompleksitas. Sebagai contoh, software
yang mengambil pesanan dari seorang pelanggan dan mengirimkan balasan,
proses yang mencetak slip gaji, dan
logika yang menghubungkan telepon dari
pelanggan tertentu kepada pihak
tertentu pula.
c. Sumberdaya Informasi
Saat ini, informasi cenderung terfragmentasi dalam
perusahaan, sehingga sulit untuk
memandang bisnis sebagai satu kesatuan. Sebaliknya, grid computing
menganggap informasi adalah sumberdaya,
mencakup keseluruhan data pada perusahaan dan metadata yang menjadikan data bisa bermakna. Data bisa berbentuk
terstruktur, semi-terstruktur, atau tidak terstruktur, tersimpan di lokasi
manapun, seperti dalam database, sistem file lokal atau server email, dan
dibuat oleh aplikasi apapun.
2.1 PRINSIP KERJA GRID COMPUTING
Dua prinsip kerja utama grid computing yang membedakannya
dari arsitektur komputasi yang lain,
semisal mainframe, client-server, atau multi-tier: virtualisasi dan
provisioning.
a. Virtualisasi
Setiap sumberdaya (semisal komputer, disk, komponen aplikasi dan
sumber informasi) dikumpulkan
bersama-sama menurut jenisnya, lalu disediakan bagi konsumen (semisal orang atau program software).
Virtualisasi berarti meniadakan koneksi secara fisik antara penyedia dan konsumen sumberdaya, dan
menyiapkan sumberdaya untuk memenuhi
kebutuhan tanpa konsumen mengetahui bagaimana permintaannya bisa
terlayani.
b. Provisioning
Ketika konsumen meminta sumberdaya melalui layer
virtualisasi, sumberdaya tertentu di
belakang layer didefinisikan untuk memenuhi permintaan tersebut, dan
kemudian dialokasikan ke konsumen.
Provisioning sebagai bagian dari grid computing berarti bahwa sistem menentukan bagaimana cara memenuhi
kebutuhan konsumen seiring dengan mengoptimasi jalannya sistem secara
keseluruhan.
3. SOFTWARE ORACLE 10g
Huruf ‘g’ pada Oracle 10g adalah singkatan dari grid. Fokus
dari versi baru Oracle ini adalah untuk
memudahkan perusahaan menyederhanakan proses implementasi grid computing di
luar kerangka kerja komputasi akademik, teknik, riset dan saintifik. Software
ini adalah langkah revolusioner berdasarkan pengalaman Oracle selama
bertahun-tahun dalam arsitektur komputasi tersebar dan dalam mendukung
lingkungan multivendor. Oracle 10g
meliputi:
- Oracle Database 10g
- Oracle Aplication
Server 10g
- Oracle Enterprise
Manaer 10g
Berikut implementasi masing-masing produk Oracle 10g terkait
dengan teknik grid computing: virtualisasi dan provisioning:
Oracle Database 10g
Fitur utama, Real Application Clusters, menjadikan sebuah
database tunggal bisa dijalankan melintasi titik-titik cluster pada grid dan
mengumpulkan sumberdaya pemroses dari
mesin-mesin standar. Hal ini dilakukan secara fleksibel, karena data tidak perlu dipartisi dan disebar sepanjang
jaringan. Database segera menyeimbangkan beban kerja pada titik baru dan
kapasitas pemroses baru setelah proses pelimpahan kerja dilakukan, dan juga
bisa melepas mesin yang tidak diperlukan untuk suplai bagi pekerjaan
selanjutnya.
Oracle Database 10g juga memperkenalkan ASM (Automatic
Storage Management) yang mendukung
fungsi penyimpan virtual dengan mirroring dan stripping data secara otomatis. ASM dapat mengelola semua penyimpan
database, termasuk menambah atau
menghapus penyimpan secara online. ASM didisain untuk menyederhanakan
konfigurasi dan pengelolaan penyimpan
database. Secara otomatis, ASM juga mendistribusikan beban kerja penyimpan untuk mendapatkan kinerja
sistem yang terbaik. ASM mengurangi beban
keharusan memonitor sistem penyimpan setiap saat dalam rangka mencegah
hot spot atau bottleneck yang sering memperlambat pemrosesan data.
Oracle 10g menyediakan fitur-fitur pengaksesan terhadap
informasi di saat dan di tempat diperlukan, juga menyesuaikan penyedia
informasi dan peminta informasi. Fitur
Oracle Streams dapat memindahkan data dari satu database ke database
yang lain ketika keduanya online.
Transfer data berukuran besar juga
cocok dalam keadaan tertentu
dengan dukungan fitur Data Pump
dan Transportable Tablespaces.
Menyoal keamanan, mekanisme Enterprise User
Security memusatkan manajemen pengguna dalam bentuk
direktori, sehingga tidak perlu menciptakan pengguna yang sama semua
database yang dijalankan
di grid. Virtual Private
Database (VPD) dan
Oracle
Label Security juga
digunakan untuk menjamin bahwa hanya
pengguna yang berhak
yang bisa mengakses data
terseleksi pada grid,
bahkan pada level baris
dan kolom, tergantung sensitivitas data.
Oracle Application
Server 10g
OracleAS 10g menyediakan platform infrastruktur lengkap untuk
menjalankan aplikasi perusahaan,
mengintegrasikan banyak fungsi termasuk layanan J2EE dan web service, portal perusahaan, broker integrasi
perusahaan, business intelligence, web caching
dan manajemen service. Ketika aplikasi dijalankan pada server aplikasi
di grid, maka transparansi distribusi
beban kerja, pelimpahan beban kerja, dan penjadwalan dilakukan secara efisien
dengan melakukan koordinasi pada banyak server.
Setiap service dalam OracleAS –HTTP, J2EE, web cache, web
service, LDAP, portal, dan sebagainya
didistribusikan ke banyak mesin dalam grid. Kerangka kerja provisioning didasarkan pada kebijakan
bisnis, semisal alokasi beban kerja akan dipengaruhi oleh estimasi konsumsi sumberdaya (contoh:
penggunaan CPU dan memori), estimasi
khusus aplikasi (contoh: keseluruhan transaksi, koneksi JDBC), atau
berdasarkan penjadwalan (contoh: peak-time dalam sehari).
OracleAS 10g mendukung clustering pada setiap layanan dalam
server aplikasi, sehingga tidak akan
didapati titik tunggal kegagalan. Setiap kelambatan proses individual –baik
terencana maupun tidak langsung meminta untuk dialokasikan ke titik yang lain
dalam grid. Karena OracleAS 10g juga
mendukung replikasi session secara efisien, maka setiap kegagalan tetap tampak transparan bagi
pengguna. Bekerjasama dengan Oracle Real
Aplication Cluster, jika sebuah instance pada database back-end
melambat, Application Server 10g diberitahu untuk melakukan reconnect. Tanpa
notifikasi dari instance yang gagal,
maka server aplikasi akan menunggu time-out yang bisa memakan waktu
beberapa menit, sedangkan notifikasi ini
mengurangi waktu pemulihan hanya dalam hitungan detik.
Oracle Enterprise
Manager 10g
Fitur Oracle Grid Control di dalamnya dapat mengurangi biaya
administrasi melalui proses otomasi dan policy-based standarization.
Professional TI dapat menyatukan titik-titik hardware, database, server
aplikasi, dan sasaran lain pada entity logik tunggal. Oleh karena itu, keberadaan banyaknya komputer-komputer
kecil pada infrastruktur grid tidak menambah kompleksitas pengelolaan.
Instalasi software secara manual pada ratusan node tentu
memakan waktu dan sangat tidak praktis. Dengan Oracle Grid Control, instalasi,
konfigurasi dan kloning Aplication Server 10g dan Database 10g bisa dilakukan
secara otomatis sepanjang grid. Otomasi juga berlaku pada patch dan upgrade
sistem yang telah ada.
Seorang administrator juga dapat mengetahui kinerja dan
mencari masalah yang dihadapi pengguna dari awal sampai akhir – mulai halaman
web yang visible bagi pengguna, lalu jaringan internal dan eksternal, sampai
pada kode aplikasi, server aplikasi dan akses database. Oracle Grid Control
kemudian memberi izin kepada administrator untuk mencari akar permasalahan sampai pada, sebagai
contoh, class-class di Java atau masing-masing parameter konfigurasi sistem.
4. KESIMPULAN
Grid computing adalah model generasi selanjutnya untuk
komputasi perusahaan berbasis virtualisasi dan provisioning bagi setiap
sumberdaya TI. Grid computing
menjanjikan peningkatan utilitas dan fleksibilitas yang lebih besar
untuk sumberdaya infrastruktur, aplikasi
dan informasi. Oracle 10g telah berbasis grid computing, sehingga perusahaan yang menginginkan kemajuan dan
perbaikan kinerja bisnis berbiaya rendah bagi
aplikasi transaksional, business intelligence dan knowledge management
dapat menggunakan solusi grid computing
dari Oracle. Khusus bagi pelanggan Oracle sekarang ini, adopsi grid computing hanya berupa
adopsi generasi selanjutnya dari software yang
telah sukses dijalankan
sebelumnya. IDC juga meyakini bahwa Oracle 10g cukup diperhitungkan oleh banyak perusahaan yang berkeinginan yang
sama. Pelaku bisnis cukup mengadopsi teknologi grid dengan investasi minimal,
kegagalan nol, dan ROI cepat.
II. UBIQUITOUS
COMPUTING – ERA KETIGA
DARI REVOLUSI KOMPUTER
Saat ini kita telah berada di era ketiga dari revolusi
komputer, yaitu era ubiquitous computing. Era di mana komputer dapat ditemukan
di mana saja, di telepon seluler, toaster, mesin cuci, mesin game, bahkan pada
kartu pintar (smart card). Bila pada era pertama dari revolusi komputer
ditandai dengan komputer mainframe yang berukuran raksasa dan digunakan
bersama-sama oleh banyak orang (one computer many people), era kedua ditandai
dengan eksistensi dan perkembangan dari personal computer (one computer one
person), maka pada era ketiga ini seseorang dalam kehidupannya sehari-hari
dapat berinteraksi dengan banyak komputer (one person many computers).
Istilah ubiquitous computing selanjutnya dalam artikel ini
akan disingkat sebagai ubicomp pertama kali dimunculkan oleh Mark Weiser,
seorang peneliti senior pada Xerox Palo Alto Research Center (PARC) pada tahun
1988 pada sebuah forum diskusi di lingkungan internal pusat riset tersebut.
Istilah ini kemudian tersebar lebih luas lagi setelah Weiser mempublikasikannya
pada artikelnya yang berjudul ”The Computer of the 21st Century” di jurnal
Scientific American terbitan September 1991. Dalam artikelnya tersebut Weiser
mendefiniskan istilah ubicomp sebagai: ”Ubiquitous computing is the method of enhancing computer use
by making many computers available throughout the physical environment, but
making them effectively invisible to the user”. Apabila diterjemahkan secara
bebas maka ubicomp dapat diartikan sebagai metode yang bertujuan menyediakan
serangkaian komputer bagi lingkungan fisik pemakainya dengan tingkat
efektifitas yang tinggi namun dengan tingkat visibilitas serendah mungkin.
Weiser menjelaskan bahwa terminologi komputer dalam dunia
ubicomp tidak terbatas pada sebuah PC, sebuah notebook, ataupun sebuah PDA
tetapi berwujud sebagai macam-macam alat yang memiliki sifat demikian natural,
sehingga seseorang yang tengah menggunakan ubicomp devices tidak akan merasakan
bahwa mereka tengah mengakses sebuah komputer.
Latar belakang munculnya ide dasar ubicomp berasal dari
sejumlah pengamatan dan studi di PARC terhadap PC, bentuk komputer yang paling
dikenal luas oleh masyarakat. PC yang mempunyai kegunaan dan manfaat demikian
besar ternyata justru seringkali menghabiskan sumberdaya dan waktu bagi
penggunanya, karena PC membuat penggunanya harus tetap berkonsentrasi pada unit
yang mereka gunakan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, PC justru membuat
mereka terisolasi dari aktifitas lainnya. Dengan kata lain dibanding menghemat
sumberdaya dan waktu untuk menyelesaikan sebuah permasalahan, PC justru
menambah beban untuk tetap menjaga konsentrasi dan fokus pemikiran kita pada
sang alat. Segala fokus dan sumberdaya ini akan tersedot secara berlipat ganda
oleh PC apabila terjadi permasalahan yang mengarah pada teknologi, semacam
serangan virus atau kerusakan teknis. Untuk lebih memahami ubicomp kita dapat
memandang konsep Virtual Reality(VR) sebagai kebalikan 1800 darinya. Konsep
dasar VR adalah mencoba membuat suatu dunia di dalam komputer. Pengguna memakai
berbagai macam alat semacam VR goggles, body suit, atau VR glove yang dapat
menerjemahkan gerakan mereka sehingga dapat digunakan untuk memanipulasi obyek
virtual. Meski VR membawa penggunanya untuk menjelajahi alam realitas melalui
simulasi, misalnya pada simulasi penjelajahan di luar angkasa, VR tidak dapat
dipungkiri tetap sebuah peta dan bukan sebuah area di dunia nyata. VR mengabaikan
orang-orang di sekitar user, mengabaikan bangku tempat dudukuser, dan berbagai
aspek nyata lainnya. Dapat dikatakan bahwa VR berfokus pada usaha
mensimulasikan dunia nyata ke dalam komputer dibanding memanipulasi secara
langsung object atau state dunia nyata untuk menyelesaikan sebuah permasalahan.
Di lain pihak ubicomp justru berusaha memanipulasi object dan state di dunia
nyata untuk menyelesaikan permasalahan yang nyata pula.
Contoh berikut ini akan menjelaskan bagaimana ubicomp dapat
diterapkan di kehidupan sehari-hari:
Suatu ketika seorang engineer di sebuah perusahaan yang
bergerak di bidang teknologi. Dia berangkat kerja dengan mobilnya melewati
jalan tol modern tanpa penjaga pintu tol. Mobil sang engineer telah dilengkapi
dengan sebuah badge pintar berisi microchip yang secara otomatis akan
memancarkan identitas mobil tersebut pada serangkaian sensor saat melewati
pintu tol. Pembayaran jalan tol akan didebet langsung dari rekeningnya setiap
minggunya sesuai data yang di-update setiap mobilnya melewati pintu tol dan
disimpan dalam komputer pengelola jalan tol. Saat mobilnya mendekati pintu
kantor, sensor pada gerbang pagar kantor mengenali kendaraan tersebut berkat
pemancar lain yang terdapat di mobil tersebut dan secara otomatis membuka
gerbang. Pada kartu pegawai sang engineer terpasang device pemancar yang secara
otomatis akan mengaktifkan serangkaian sensor pada saat ia memasuki kantor.
Pintu ruang kerjanya akan terbuka secara otomatis, pendingin ruangan akan
dinyalakan sesuai dengan suhu yang nyaman baginya dan mesin pembuat kopi pun
menyiapkan minuman bagi sang engineer. Meja kerja sang engineer dilapisi sebuah
pad lembut yang mempunyai berbagai fungsi. Saat ia meletakkan telepon
selulernya di pad tersebut, secara otomatis baterai ponsel tersebut akan diisi.
Jadwal hari tersebut yang sudah tersimpan dalam ponsel akan ditransfer secara
otomatis ke dalam komputer dengan bantuan pad tersebut sebagai alat inputnya.
Misalkan di hari tersebut ia telah mengagendakan rapat bersama para stafnya
maka komputer secara otomatis akan memberitahukan kepada seluruh peserta rapat
bahwa rapat akan segera dimulai.
Contoh di atas tidak memerlukan sebuah penemuan teknologi
revolusioner, tidak ada algoritma kecerdasan buatan yang rumit atau alat-alat
dengan teknologi seperti pada film-film fiksi ilmiah yang tidak terjangkau oleh
kenyataan. Charger pad untuk telepon seluler misalnya, saat ini merupakan
sebuah alat yang telah diproduksi secara komersial. Apabila charger tersebut
diberi suatu fitur yang dapat mentransfer data dari telepon seluler ke komputer
maka sempurnalah fungsinya sebagai sebuah contoh ubicomp device. Dengan
teknologi mikro dan nano saat ini satu buah kartu pegawai yang kecil dan pipih
dengan beberapa microchip dapat berfungsi sebagai pemancar sekaligus media
penyimpanan data. Reaksi alat-alat semacampad, pendingin ruangan, pintu
otomatis, dan sebagainya dapat diatur dengan serangkaian perintah IF-THEN yang
sederhana. Untuk komunikasi antar alat atau dari pemancar menuju sensor hanya
dibutuhkan teknologi wireless biasa yang saat ini pun sudah umum digunakan.
Ubicomp menjadi inspirasi dari pengembangan komputasi yang
bersifat “off the desktop”, di mana interaksi antara manusia dengan komputer
bersifat natural dan secara perlahan meninggalkan paradigma keyboard / mouse
/display dari generasi PC. Kita memahami bahwa jika seorang manusia bergerak,
berbicara atau menulis hal tersebut akan diterima sebagai input dari suatu
bentuk komunikasi oleh manusia lainnya. Ubicomp menggunakan konsep yang sama,
yaitu menggunakan gerakan, pembicaraan, ataupun tulisan tadi sebagai bentuk
input baik secara eksplisit maupun implisit ke komputer. Salah satu efek
positif dari ubicomp adalah orang-orang yang tidak mempunyai keterampilan
menggunakan komputer dan juga orang-orang dengan kekurangan fisik (cacat) dapat
tetap menggunakan komputer untuk segala keperluan.
Dua contoh awal dari pengembangan ubicomp adalah Active Badge
dari Laboratorium Riset Olivetti dan Tab dari Pusat Riset Xerox Palo Alto.
Active Badge dikembangkan sekitar tahun 1992, berukuran kira-kira sebesar radio
panggil (pager), alat ini terpasang di saku pakaian atau sabuk para pegawai dan
digunakan untuk memberikan informasi di mana posisi seorang karyawan dalam
kantor, sehingga saat seseorang ingin menghubunginya lewat telepon secara
otomatis komputer akan mengarahkan panggilan telepon ke ruang di mana orang
tersebut berada. Sedangkan Xerox PARC Tab yang juga dikembangkan pada sekitar
tahun 1992 adalah sebuah alat genggam (handheld) dengan kemampuan setara dengan
sebuah communicator. Patut diingat kedua alat ini diciptakan sekitar 15 tahun
lalu dan bahkan sempat diproduksi secara komersial jauh sebelum era telepon
seluler 3G yang tengah kita alami saat ini.
Aspek-Aspek yang Mendukung Pengembangan Ubiquitous Computing
Sebagai sebuah teknologi terapan ataupun sebagai sebuah
cabang dari ilmu komputer (Computer Science) pengembangan ubicomp tidak dapat
dilepaskan dari aspek-aspek ilmu komputer yang lain. Aspek-aspek penting yang
mendukung riset pengembangan ubicomp adalah:
Ø Natural Interfaces
Sebelum adanya konsep ubicomp sendiri, selama bertahun-tahun
kita telah menjadi saksi dari berbagai riset tentang natural interfaces, yaitu
penggunaan aspek-aspek alami sebagai cara untuk memanipulasi data, contohnya
teknologi semacam voice recognizer ataupun pen computing. Saat ini implementasi
dari berbagai riset tentang input alamiah beserta alat-alatnya tersebut yang
menjadi aspek terpenting dari pengembangan ubicomp.
Kesulitan utama dalam pengembangan natural interfaces adalah
tingginya tingkat kesalahan (error prone). Dalam natural interfaces, input
mempunyai area bentuk yang lebih luas, sebagai contoh pengucapan vokal “O” oleh
seseorang bisa sangat berbeda dengan orang lain meski dengan maksud pengucapan
yang sama yaitu huruf “O”. Penulisan huruf “A” dengan pen computing bisa
menghasilkan ribuan kemungkinan gaya penulisan yang dapat menyebabkan komputer
tidak dapat mengenali input tersebut sebagai huruf “A”. Berbagai riset dan
teknologi baru dalam Kecerdasan Buatan sangat membantu dalam menemukan
terobosan guna menekan tingkat kesalahan (error) di atas. Algoritma Genetik,
Jaringan Saraf Tiruan, dan Fuzzy Logic menjadi loncatan teknologi yang membuat
natural interfaces semakin “pintar” dalam mengenali bentuk-bentuk input alamiah.
Ø
Context Aware Computing
Context aware computing adalah salah satu cabang dari ilmu
komputer yang memandang suatu proses komputasi tidak hanya menitikberatkan
perhatian pada satu buah obyek yang menjadi fokus utama dari proses tersebut
tetapi juga pada aspek di sekitar obyek tersebut. Sebagai contoh apabila
komputasi konvensional dirancang untuk mengidentifikasi siapa orang yang sedang
berdiri di suatu titik koordinat tertentu maka komputer akan memandang orang
tersebut sebagai sebuah obyek tunggal dengan berbagai atributnya, misalnya
nomor pegawai, tinggi badan, berat badan, warna mata, dan sebagainya.
Di lain pihak Context Aware Computing tidak hanya mengarahkan
fokusnya pada obyek manusia tersebut, tetapi juga pada apa yang sedang ia
lakukan, di mana dia berada, jam berapa dia tiba di posisi tersebut, dan apa
yang menjadi sebab dia berada di tempat tersebut.
Dalam contoh sederhana di atas tampak bahwa dalam menjalankan
instruksi tersebut, komputasi konvensional hanya berfokus pada aspek “who”, di
sisi lainContext Aware Computing tidak hanya berfokus pada “who” tetapi juga
“when”, “what”, “where”, dan “why”. Context Aware Computing memberikan
kontribusi signifikan bagi ubicompkarena dengan semakin tingginya kemampuan
suatu device merepresentasikancontext tersebut maka semakin banyak input yang
dapat diproses berimplikasi pada semakin banyak data dapat diolah menjadi
informasi yang dapat diberikan oleh device tersebut.
Ø Micro-nano technology
Perkembangan teknologi mikro dan nano, yang menyebabkan ukuran
microchipsemakin mengecil, saat ini menjadi sebuah faktor penggerak utama bagi
pengembangan ubicomp device. Semakin kecil sebuah device akan menyebabkan
semakin kecil pula fokus pemakai pada alat tersebut, sesuai dengan konsep off
the desktop dari ubicomp. Teknologi yang memanfaatkan berbagai microchip dalam
ukuran luar biasa kecil semacam T-Engine ataupun Radio Frequency Identification
(RFID) diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk smart card atau
tag. Contohnya seseorang yang mempunyai karcis bis berlangganan dalam bentuk
kartu cukup melewatkan kartunya tersebut di atas sensor saat masuk dan keluar
dari bis setelah itu saldonya akan langsung didebet sesuai jarak yang dia
tempuh.
Microchip Toshiba
Di negara-negara dengan teknologi maju seperti Jepang, saat
ini teknologi mikro dan nano telah diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari
lewat berbagai sensor dan alat-alat pemroses data dalam ukuran yang tidak
terlihat oleh manusia di tempat-tempat umum. Sensor yang terpasang di tempat
umum sangat membantu bagi orang-orang cacat ataupun para turis.
Sumber:
http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/view/1411/1191